1
CADO-CADO
Posted by Febrilina Pramudiyanti
on
17.16
in
resensi buku
Judul : Cado – Cado (Catatan Dodol Dokter Muda)
Penulis : Ferdiriva Hamzah
Penerbit : Bukune
Tahun terbit : 2010
Jumlah halaman : xii+188 hlm
Ketika mendengar kata
dokter. Hal pertama yang terpikir, pasti berhubungan dengan jarum suntik,
darah, sakit, obat dan lain sebagainya. Tak jarang, seorang pasien menemui
dokter yang tidak ramah. Cado-cado (Catatan Dodol Dokter Muda) berkisah tentang
pengalaman Ferdiriva dalam menjalani ko-ass. Ko-ass atau ko assisten dokter di
rumah sakit.
Sebelum menjadi dokter,
calon dokter harus menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran selama
delapan semester. Setelah itu, akan mendapatkan gelar S.Ked / Sarjana
Kedokteran atau dokter muda. Untuk mendapatkan gelar dokter umum, pendidikan
harus dilanjutkan lagi sekitar dua tahun untuk menjalani ko-ass. Pada ko-ass
inilah, dokter muda akan mempraktikkan teori yang sudah dipelajari sampai cara
berinteraksi dengan pasien. Begitulah curhatan penulis dalam menjalani ko-ass.
Banyak hal yang dialami penulis dalam menjalani ko-ass. Ia pasti memiliki
pengalaman yang lucu, tolol, konyol bahkan mengharukan dan menyedihkan.
Salah satu pengalaman lucu
Ferdiriva adalah dokter pembimbingnya, seorang dokter perempuan berumur 60
tahun dan belum pernah menikah. Beliau ramah dan sangat lembut tutur katanya.
Namun, dokter ini tidak lepas dari gossip. Banyak selentingan yang mengatakan
dokter ini rada-rada genit. Gosipnya, beliau sulit memberikan nilai 60, kecuali
ko-ass-nya seorang laki-lak yang punya bulu dada. Hiiii.
Ferdiriva ingin
menghibur temannya, dia pun menyiarkan gossip lain. Dia mengatakan, kalau
beliau sedang bicara suka tidak fokus dan suka mengubah topik pembicaraan jadi
cerita sejarah. Hal ini pun terbukti. Saat ada pasien bernama Budi Hutomo,
beliau mulai berkomentar panjang-lebar mengenai sejarah Budi Hutomo. Si penulis
hampir tertawa mendengar beliau berkomentar seperti itu.Tidak hanya itu, saat
diskusi pun, beliau suka mengubah topik menjadi cerita sejarah.
Itu hanya salah satu
pengalaman lucu yang dialami Ferdiriva. Kisah lainnya mengenai haru dan duka
selama ko-ass. Menurut yang disampaikan Ferdiriva, Kuliah keokteran menuntut
kita untuk selalu belajar. Nah, kalau si mahasiswa menolak belajar, maka si
mahasiswa harus pinter-pinter memutar otak. Biasanya, mahasiswa tersebut
mempunyai taktik licik untuk menghadapi serbuan pertanyaan dokter pembimbing
ko-ass. Alhasil, terhindar dari maut seperti yang dialami Ferdiriva di ko-ass
paru.
Setelah selesai
mendapat tugas dari PPDS paru, Ferdiriva dan lainnya duduk manis di dalam ruang
diskusi. Namun, kursi Gerald masih kosong. Tiba-tiba si Gerald sudah muncul di
depan di depan pintu sambil membawa sebuah bungkusan gede. Kontan saja ketiga
PPDS itu senang dibawakan berbagai macam kue.
Ucok melirik ke arah
Ferdirivasambil memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulut, tanda kurng suka.
Budi yang biasanya makan kue sama bungkus-bukngkusnya pun tak selera makan saat
ini.
Sambil mengawasi para
PPDS makan, mereka mendengar celotehan para PPDS pada Gerald. “oh… papa kamu
professor dokter itu, ya?”
Gerald menjawab sambil
menggelinjang kegirangan. Papanya adalah seorang guru besar yang cukup
berpengaruh di rumah sakit tempat Ferdiriva ko-ass.
Terjadi peristiwa lucu.
Ketika seorang konsulen senior rambut putih, alis tipis dan lancip, ditambah
galak, memasuki ruang diskusi. Beliau masuk dan menutup sliding door. Namun, entah mengapa sliding door-nya macet. Budi langsung menolong beliau. Dia
mendorong sliding door itu dengan
sekuat tenaganya. Kejadian yang mengerikan terjadi. Mukanya merah, napasnya
tersenggal-senggal sambil kesakitan. Tangan si dokter terjepit.
Keesokan harinya. Ucok
mendapat berita, si dokter membatalkan semua kegiatan torakosentesis karena jari-jarinya bengkak. Mendengar itu, Budi langsung menjerit histeris. Apalagi ko-ass
yang membuat jari-jari beliau bengkak akan diuji oleh beliau sendiri. Tambah
histeris dan semakin frustasi Budi mendengarnya. Namun, cerita Ucok belum
selesai.
Saat Siti (asisten
dokter galak) bertanya pada Ucok. “Siapa ko-ass yang dimaksud dokter?”
Ucok menjawab dengan
penuh kemenagan. “Namanya Gerald.”
Mereka semua tahu,
Gerald tidak lulus hari itu dan diminta mengulang minggu depan. Ferdiriva dan
Ucok pun tertawa puas.
Buku ini merupakan
nonfiksi komedi. Ferdiriva mengemasnya menjadi bacaan yang asik untuk dibaca.
“Lucu, tengil, obat antistres,” begitulah komentar Raditya Dika.
Selamat membaca …